Pasar properti komersial di Jakarta pada kuartal ketiga tahun 2025 mengalami perubahan signifikan dengan fokus pada kualitas dan pengalaman konsumen. Tren ini menjadi semakin jelas, di mana efisiensi energi dan inovasi dalam pengalaman pengguna memainkan peranan penting dalam menarik minat penyewa serta investor.
Menurut laporan terbaru dari sumber terpercaya, pasar perkantoran dan ritel terpantau lebih memilih peningkatan kualitas dibandingkan dengan pembangunan massal. Meskipun terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi, upaya untuk mendapatkan gedung-gedung berkualitas tinggi terus menjadi prioritas bagi banyak pengembang.
Dalam situasi ini, permintaan terhadap gedung perkantoran baru di Jakarta diprediksi akan tetap sangat terbatas. Hal ini diperkirakan karena mayoritas proyek signifikan tidak akan selesai sampai tahun 2028, mengingat banyak pengembang yang bersikap hati-hati dalam merilis proyek baru.
Dengan demikian, fokus untuk mendapatkan bangunan yang memenuhi standar ramah lingkungan atau “Green Building” menjadi pilihan yang semakin menarik bagi penyewa. Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pengguna sekaligus mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan perkantoran.
Tren saat Ini: Kualitas dan Efisiensi Energi di Ruang Perkantoran
Pasar perkantoran di Jakarta terus berjuang menghadapi tantangan pasokan yang terbatas. Banyak pengembang memilih untuk menunda peluncuran proyek baru hingga ada tanda-tanda pemulihan dari permintaan yang stagnan.
Situasi ini membuat pasokan baru di kawasan Central Business District (CBD) menjadi sangat terbatas. Pada kuartal ketiga tahun ini, total pasokan ruang kantor di Jakarta tercatat mencapai 11,4 juta m², dengan Menara Jakarta sebagai satu-satunya tambahan signifikan.
Walaupun terdapat kendala pasokan, permintaan tetap ada, terutama untuk gedung yang memenuhi kriteria kualitas tinggi. Perusahaan multinasional kini lebih menyukai gedung yang mengusung tema “Green Building” yang efisien dalam penggunaan energi.
Pergeseran ini menciptakan permintaan yang kuat, terutama dari sektor-sektor modern, seperti teknologi dan layanan finansial, yang berupaya untuk beradaptasi dengan kebutuhan baru dalam dunia kerja saat ini.
Relokasi dan ekspansi juga menjadi aspek penting dalam pergerakan penyewa, dengan banyak yang beralih ke gedung berkualitas tinggi yang memiliki akses transportasi umum baik. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas dan kenyamanan menjadi dua elemen kunci dalam memilih lokasi kantor.
Penyusunan Ulang dalam Sektor Ritel: Fokus pada Renovasi
Pasar ritel juga mencerminkan perubahan yang serupa dengan sektor perkantoran. Dengan pasokan baru yang terbatas, banyak pengembang beralih pada strategi renovasi alih-alih pembangunan pusat perbelanjaan baru.
Langkah tersebut diambil untuk meningkatkan pengalaman belanja di ritel yang sudah ada dan memastikan bahwa mereka tetap kompetitif di pasar. Di Jakarta, total pasokan ruang ritel saat ini adalah 4,95 juta m², sedangkan di kawasan sekitar seperti BoDeTaBek mencapai 3,27 juta m².
Mal-mall kelas atas menunjukkan performa yang baik dan berhasil mempertahankan tingkat hunian yang tinggi. Keberhasilan ini didorong oleh kemampuan mereka dalam menghadirkan pengalaman berbelanja yang lebih baik kepada pengunjung.
Fokus utama yang mendorong kesuksesan ini adalah tenant Food & Beverage (F&B), yang berhasil menarik perhatian kaum muda dengan konsep yang menarik dan kreatif. Bauran penyewa juga semakin bervariasi, dengan adanya pengurangan department store untuk memberi ruang bagi brand baru.
Selain itu, beberapa merek asing, khususnya dari China, mulai menunjukkan minat yang signifikan untuk memperluas pasar mereka di Jabodetabek, yang menjadi tanda positif untuk pertumbuhan ritel di kawasan tersebut.
Dampak Kualitas terhadap Biaya Hunian dan Harga Jual
Ketika permintaan berfokus pada kualitas, dampaknya akan terasa pada biaya hunian dan harga sewa. Diperkirakan bahwa biaya sewa (termasuk service charge) akan meningkat, terutama untuk mal-mal kelas atas yang mampu mempertahankan tingkat hunian tinggi.
Di sektor perkantoran, tarif sewa dasar masih relatif stabil pada kuartal ini, tetapi gedung-gedung premium dengan tingkat hunian yang bagus mulai mempertimbangkan untuk menaikkan tarif sewa mereka. Ini menciptakan dinamika baru dalam penentuan harga sewa dan menarik bagi penyewa yang mencari ruang berkualitas.
Sementara itu, biaya pemeliharaan atau service charge juga diharapkan akan naik sekitar 3% per tahun. Kenaikan ini sebagian besar dipicu oleh penyesuaian Upah Minimum Provinsi yang menyebabkan biaya operasional meningkat.
Potensi di Pasar Sekunder Properti Komersial Jakarta
Meskipun harga jual properti komersial cenderung stabil, ada proyeksi positif mengenai minat yang meningkat terhadap ruang kantor strata di luar CBD. Harga yang lebih kompetitif dibandingkan gedung di kawasan utama menjadikan ini pilihan menarik bagi calon penyewa.
Pasar sekunder properti komersial di Jakarta menawarkan banyak peluang. Harga di pasar sekunder seringkali lebih rendah dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh pemilik gedung utama, memberikan alternatif yang menarik bagi penyewa baru.
Selama pasar primer masih menjadi pasar yang didominasi penyewa, pemilik gedung diharapkan akan memberikan paket sewa dan insentif yang menarik untuk menggaet lebih banyak penyewa. Ini menunjukkan bahwa meskipun tantangan ada, ada banyak kemungkinan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik ke depan.
