Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, baru-baru ini memberikan penjelasan mengenai perkembangan buku sejarah Indonesia yang sekarang berada dalam tahap penyuntingan. Buku ini diharapkan dapat dipublikasikan sebagai bagian dari perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-80 pada Agustus 2025.
“Tim sedang melakukan proses editing. Menulis dan mengedit adalah dua hal yang berbeda,” ungkap Fadli saat ditemui di Jakarta. Proses penyuntingan dianggap krusial agar informasi yang disampaikan akurat dan komprehensif.
Fadli menambahkan bahwa dirinya belum menerima salinan buku tersebut karena belum diserahkan kepada dirinya. Dengan melibatkan ahli dari berbagai bidang, proses penyusunan buku ini menerapkan pendekatan yang sangat independen.
Pada tahap ini, buku sejarah yang direncanakan terdiri dari 10-11 jilid tersebut memang belum sepenuhnya selesai. Fadli berharap seluruh naskah buku dapat rampung pada Desember 2025, tepat pada hari bersejarah Indonesia.
Dengan demikian, penulisan buku sejarah ini melibatkan 112 sejarawan dari 34 perguruan tinggi di Tanah Air, yang memastikan pengetahuan dan informasi yang ada dalam buku tersebut berbasis penelitian terbaru.
Proses Penyuntingan yang Melibatkan Berbagai Pihak
Proses penyuntingan dilakukan oleh tim yang terdiri dari para sejarawan dan akademisi yang memiliki kompetensi di bidang sejarah. Fadli menyampaikan bahwa tidak semua orang bisa bekerja pada proyek ini, hanya yang memiliki keahlian yang memadai.
“Mereka bekerja secara mandiri, melakukan penelitian, dan langkah-langkah berikutnya adalah editing,” ujarnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu untuk menghasilkan karya yang berkualitas.
Naskah yang telah disusun kemudian akan diuji publik untuk mendapatkan masukan dan kritik konstruktif. Uji publik tersebut diadakan di beberapa universitas terkemuka untuk menjamin kualitasnya.
Melalui uji publik ini, para akademisi dan mahasiswa dapat memberikan pendapat mereka tentang isi buku. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa buku sejarah tersebut mencakup perspektif yang luas dan beragam.
Diharapkan, masukan dari masyarakat akademis ini akan membantu meningkatkan kualitas buku agar lebih informatif dan menarik bagi pembaca.
Fokus Penulisan dari Perspektif Indonesia
Salah satu hal penting yang ditekankan oleh Fadli adalah penulisan buku sejarah Indonesia harus berasal dari sudut pandang Indonesia sendiri. Ini menunjukkan keinginan untuk membawa kembali narasi sejarah yang sering kali terabaikan.
“Kita perlu menulis sejarah dari kacamata kita, bukan dari perspektif kolonial,” tegas Fadli. Dengan pendekatan ini, diharapkan buku dapat memberikan gambaran yang lebih adil dan akurat tentang perjalanan sejarah bangsa.
Lebih jauh lagi, buku ini diharapkan tidak hanya menjadi referensi, tetapi juga menjadi bahan ajar yang penting di berbagai tingkat pendidikan. Oleh karena itu, penyusunan materi yang sesuai dan relevan dengan konteks sejarah Indonesia sangat ditekankan.
Melibatkan sejarawan dan peneliti dari berbagai latar belakang akan menghasilkan pandangan yang lebih komprehensif. Ini adalah langkah yang dilakukan untuk memperkaya khazanah pengetahuan sejarah Tanah Air.
Dengan demikian, diharapkan buku tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran sejarah yang lebih baik dan relevan untuk generasi mendatang.
Pentingnya Naskah yang Melalui Uji Publik
Uji publik menjadi salah satu langkah strategis dalam penyusunan buku ini. Hal ini memungkinkan masyarakat dan para ahli memberikan masukan yang diperlukan untuk memastikan isi naskah akurat dan tidak bias.
Fadli mengungkapkan bahwa naskah yang sudah diperbarui telah melalui serangkaian uji publik di berbagai universitas, termasuk Universitas Indonesia dan Universitas Negeri Makassar. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik dari berbagai kalangan.
Naskah yang telah diuji akan disesuaikan berdasarkan masukan yang diterima. Ini adalah bentuk komunikasi dua arah antara penyusun dan pengguna naskah.
Penting untuk menciptakan ruang bagi diskusi dan dialog mengenai sejarah yang akan ditulis. Dengan cara ini, pembaca dapat merasa lebih terlibat dalam proses penyusunan sejarah.
Dengan dijadikannya masukan dari publik sebagai acuan, diharapkan naskah dapat merefleksikan keberagaman sudut pandang dalam sejarah Indonesia.
