Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa DPR akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait keterwakilan perempuan dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR. Hal ini disampaikan Puan dalam Rapat Paripurna yang dilaksanakan pada 18 November 2025 di kompleks parlemen Jakarta.
Ia menjelaskan selama rapat konsultasi tanggal 12 November 2025, pimpinan DPR dan fraksi-fraksi membahas putusan MK nomor 169/PUU/22-24 mengenai prinsip perimbangan dan pemerataan keterwakilan perempuan. Keputusan tersebut diambil agar DPR dapat konsisten dalam menjalankan amanah konstitusi yang mengedepankan kesetaraan gender.
Pentingnya Keterwakilan Perempuan dalam Politik
Keterwakilan perempuan dalam posisi politik bukan hanya isu keadilan, tetapi juga berpengaruh signifikan terhadap kebijakan publik. Studi menunjukkan bahwa peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif berdampak positif terhadap pembuatan hukum yang responsif terhadap isu-isu gender. Hal ini menegaskan bahwa suara perempuan sangat penting dalam pengambilan keputusan politik.
Secara global, banyak negara telah menerapkan kuota bagi keterwakilan perempuan dalam parlemen untuk meningkatkan partisipasi politik. Sistem kuota ini terbukti efektif dalam mendorong perempuan untuk memasuki dunia politik, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih inklusif. Keterwakilan yang lebih baik akan menghasilkan kebijakan yang lebih beragam dan mencerminkan sudut pandang seluruh masyarakat.
Puan menggarisbawahi pentingnya dukungan dari semua fraksi dalam DPR untuk melaksanakan keputusan tersebut. Ia berharap bahwa semua elemen di DPR dapat bersinergi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan sehingga dapat tercipta kebijakan publik yang lebih adil dan setara. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi perempuan, tetapi seluruh rakyat.
Putusan Mahkamah Konstitusi dan Dampaknya
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan pada 30 Oktober 2025 menegaskan bahwa minimal 30 persen keterwakilan perempuan harus ada dalam struktur pimpinan dan anggota AKD. Ini merupakan langkah maju dalam upaya mencapai kesetaraan gender dalam lembaga legislatif. Keputusan ini diambil setelah adanya pengujian materi oleh sejumlah organisasi perempuan.
Koalisi Perempuan Indonesia, bersama dengan lembaga lain, telah mengajukan gugatan terhadap ketentuan dalam UU yang dinilai bertentangan dengan prinsip konstitusi. Mahkamah Konstitusi mengakui bahwa pasal dalam UU tersebut yang tidak mengakomodasi kuota 30 persen adalah cacat hukum. Pengakuan ini diharapkan menjadi pendorong bagi partai politik untuk lebih serius dalam memasukkan perempuan ke dalam posisi strategis.
Dukungan hukum ini menunjukkan bahwa pilar-pilar demokrasi harus berpihak kepada semua warga negara. Ini bukan hanya tentang pemenuhan kuota, tetapi tentang mengakui kontribusi berharga perempuan dalam membangun bangsa. Keputusan ini diharapkan menjadi motivasi bagi para perempuan untuk lebih aktif dalam politik dan berani mengambil peran dalam pengambilan keputusan.
Langkah Ke Depan untuk Mewujudkan Keterwakilan Perempuan
Untuk mewujudkan keterwakilan perempuan di seluruh tingkatan, dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak. Puan menegaskan pentingnya kolaborasi antara DPR dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung peningkatan partisipasi perempuan. Selain itu, perlu ada pelatihan dan pendidikan bagi perempuan untuk memperkuat kapasitas mereka dalam berpolitik.
Partai politik juga memegang peranan kunci dalam memastikan keterwakilan perempuan. Mereka harus berkomitmen untuk mendukung kandidat perempuan dalam pemilihan umum serta menyediakan akses yang sama kepada mereka untuk maju dalam pencalonan. Ini adalah langkah strategis yang akan memperkuat basis politik perempuan di masa depan.
Pelaksanaan putusan MK juga harus diikuti dengan pengawasan yang ketat. DPR perlu memastikan bahwa semua fraksi memenuhi ketentuan 30 persen untuk perempuan. Jika tidak, akan ada potensi sanksi yang harus diterapkan bagi yang mengabaikannya. Kebijakan tersebut harus transparan dan dapat diakses oleh publik untuk memastikan akuntabilitas.
