Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Singgih Januratmoko, mengungkapkan harapannya agar insiden gedung ambruk di Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur dapat diproses secara hukum jika ditemukan dugaan pelanggaran. Kasus ini sangat serius karena telah merenggut nyawa puluhan santri yang seharusnya menerima pendidikan dengan aman.
Singgih menegaskan bahwa insiden ini tidak dapat dibiarkan tanpa pertanggungjawaban hukum. Ia berharap, jika ada pelanggaran, penegakan hukum bisa dilakukan demi keadilan bagi para korban yang kehilangan nyawa tidak dalam keadaan wajar.
“Kita serahkan kepada penegak hukum untuk menangani masalah ini,” ungkapnya ketika dihubungi. Komitmennya adalah untuk memastikan bahwa keluarga korban mendapatkan keadilan dan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Aspek Hukum dan Tanggung Jawab Pihak Terkait dalam Insiden
Dalam perkembangan kasus ini, Singgih tidak ingin mencampuri urusan hukum yang sedang berjalan, menyatakan bahwa pihaknya mempercayakan sepenuhnya kepada aparat kepolisian. Ini menunjukkan bahwa penegakan hukum harus berfungsi secara independen demi menjaga kepercayaan masyarakat.
Menurutnya, penyelidikan yang mendalam sangat penting untuk menentukan apakah ada kelalaian atau pelanggaran yang terjadi dalam proses pembangunan gedung pesantren. Dengan demikian, fakta dan bukti yang ada dapat dihadirkan secara transparan.
Lebih jauh, dirinya menginginkan adanya pengawasan yang ketat dalam proses pembangunan gedung pendidikan agar kasus sejenis tidak terulang. Pengawasan oleh ahli akan memberikan jaminan bahwa standar keselamatan dipatuhi dengan baik.
Analisis Struktur Bangunan dan Kualitas Pembangunan Gedung Pesantren
Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, juga bersuara terkait insiden ini dengan menyoroti adanya kelalaian yang mungkin terjadi dalam perencanaan dan pembangunan gedung. Ia mencatat bahwa struktur gedung tampak tidak memadai untuk menampung ribuan santri yang ada di dalamnya.
Kendati demikian, ia juga menegaskan bahwa kesalahan tidak sepenuhnya berada di pihak pesantren. Ada pula tanggung jawab pemerintah yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap pembangunan infrastruktur pendidikan yang terjadi di lapangan.
Marwan mencatat bahwa kejadian ini menjadi pelajaran berharga akan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan lembaga pendidikan dalam memastikan keselamatan semua individu, terutama anak-anak dan remaja yang menjadi santri.
Proses Pencarian Korban dan Respons Tim SAR
Sejak insiden terjadi pada 29 September lalu, tim SAR masih melanjutkan upaya pencarian korban di lokasi reruntuhan bangunan. Dengan semangat dan dedikasi, mereka bekerja selama berhari-hari untuk mengidentifikasi dan menolong sebanyak mungkin orang yang terjebak di dalam gedung yang ambruk.
Sampai saat ini, data terbaru menunjukkan bahwa total korban yang tergores dari insiden ini mencapai 158, dengan 54 korban di antaranya dilaporkan tewas. Angka tersebut menjadi pengingat betapa krusialnya keselamatan dalam setiap aspek pendidikan.
Tim SAR terus berkoordinasi untuk menemukan korban yang masih terjebak di dalam reruntuhan. Dengan segala upaya ini, diharapkan para keluarga dapat segera mendapatkan kepastian mengenai nasib anggota keluarga mereka.