Penggunaan jet pribadi oleh rombongan KPU RI selama proses Pemilu 2024 menjadi sorotan publik setelah terungkap dalam sidang pembacaan putusan perkara. Biaya sewa yang dikeluarkan mencapai Rp46 miliar, sebuah angka yang mengundang banyak pertanyaan dan kritikan.
Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, serta lima anggotanya, menjadi pusat perhatian dalam perkara ini. Proses yang melibatkan Sekretaris Jenderal, Bernard Dermawan Sutrisno, menunjukkan adanya dugaan pelanggaran dalam penggunaan anggaran negara.
Dari hasil sidang, terungkap bahwa pengadaan sewa kendaraan dilakukan dalam dua tahap. Total kontrak yang diajukan mencapai Rp65,49 miliar, dengan Rp46,19 miliar dibayarkan dalam pelaksanaan kontrak.
Masalah di Balik Pengadaan Sewa Jet Pribadi KPU RI
Anggota Majelis I Dewa Kade Wiarsa menyoroti adanya selisih sekitar Rp19 miliar dalam laporan anggaran. Menurutnya, meski pengadaan diklaim sesuai peraturan, etika penggunaan anggaran publik menjadi pertanyaan besar.
Pernyataan dari Dewa juga menegaskan bahwa pihak teradu menyampaikan bahwa proses pengadaan telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, banyak pihak meragukan mengenai transparansi dan keabsahan audit tersebut.
Dalam sidang itu, Anggota Majelis Ratna Dewi menekankan bahwa tindakan teradu dalam penggunaan jet pribadi tidak etis. Terutama saat KPU memilih jenis layanan yang sangat eksklusif, hal ini menambah ketidakpuasan masyarakat terhadap pengeluaran anggaran negara.
Tanggapan Anggota KPU Mengenai Penggunaan Anggaran
Pihak teradu beralasan bahwa sistem pengadaan memenuhi ketentuan yang ada karena waktu kampanye yang sangat terbatas. Namun, argumen tersebut tidak diterima oleh Majelis, yang menyebutkan bahwa penggunaan jet pribadi tidak sesuai perencanaan awal.
Ratna menambahkan bahwa meskipun mereka melakukan 59 perjalanan, tidak ada satu pun rutenya yang relevan dengan distribusi logistik. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan tujuan yang relevan dalam penggunaan anggaran tersebut.
Selain itu, banyak perjalanan yang dilakukan tidak mengarah ke daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Sebagian besar penerbangan tersebut seharusnya bisa menggunakan penerbangan komersial yang lebih efisien dan ekonomis.
Etika dan Transparansi dalam Penggunaan Anggaran Negara
Di tengah protes publik, tindakan anggota KPU yang memilih untuk tidak menggunakan jet pribadi pun menjadi sorotan. Salah satu anggota, Betty Epsilon Idroos, menjadi contoh sikap yang dianggap sesuai dengan etika penyelenggara pemilu.
Betty menunjukkan profesionalisme dengan memilih pesawat komersial alih-alih jet pribadi. Tindakan tersebut dinilai lebih sesuai dengan prinsip kepatutan dan kepantasan dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat publik.
Keputusan untuk menjatuhi sanksi juga menjadi bagian penting dari proses ini. DKPP memutuskan untuk memberikan peringatan keras kepada semua teradu yang terlibat, menegaskan pentingnya integritas dan etika dalam penyelenggaraan pemilu.
